expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Khamis, 4 April 2019

Apakah itu penyakit Ain??


***1.Apakah Ain Bisa Melalui Foto?***
****2.Menjaga Anak dari Bahaya ‘Ain***
***3.****Penyakit ‘Ain Melalui Foto dan Video***
======
(Maaf Kutipan yang Panjang)

Tiga Judul Di atas Sangat Berguna Untuk Kita , Silahkan Baca Sampai Tuntas Semoga Allah Ta’alaa Memberkahi Waktu Kita Semua Aamiin.

(Admin)
========

1***Apakah Ain Bisa Melalui Foto?***

Ummu Sa'id

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Penyakit ‘ain merupakan hal yang nyata adanya, baik berdasarkan dalil syariat maupun realita di masyarakat. Orang jawa mengenalnya sawanen. Dalil syariat yang menunjukkan adanya ain adalah firman Allah

‎وَإِنْ يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ

”Sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran dan mereka berkata:

“Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila”. (QS. Al-Qalam: 51)

Makna “menggelincirkan kamu dengan pandangan” adalah ain. Allah sebutkan dalam Al-Qur’an, karena itu bagian dari realita.
Kemudian dalil lainnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‎العَيْنُ حَقٌّ
“Ain itu benar adanya” (HR. Bukhari 5740)

Bisa Melalui Gambar
Terkena ain tidak harus dengan cara melihat langsung korban ain. Namun bisa juga terjadi dengan membayangkan atau mengkhayalkan apa yang disampaikan kepadanya. Termasuk dengan melihat foto atau gambar korban ain tersebut.

Ibnul Qoyim rahimahullah mengatakan,

‎ونفس العائن لا يتوقف تأثيرها على الرؤية ، بل قد يكون أعمى فيوصف له الشيء فتؤثر نفسه فيه وإن لم يره ، وكثير من العائنين يؤثر في المعين بالوصف من غير رؤية

”Jiwa orang yang menjadi penyebab ain bisa menimbulkan ain, tanpa harus dengan melihat. Bahkan terkadang ada orang buta, kemudian diceritakan tentang sesuatu kepadanya, lalu jiwanya bisa menimbulkan ain, meskipun dia tidak melihat sesuatu itu. Dan ada banyak penyebab ain yang bisa menjadi sebab terjadinya ain, hanya dengan cerita tanpa melihat langsung.” (Zadul Ma’ad, 4/149)

Setelah membawakan keterangan Ibnul Qooyim di atas, dalam Fatwa Islam dinyatakan,

‎وبهذا يتبين أن العائن قد ينظر إلى صورة الشخص في الحقيقة أو في التلفاز ، وقد يسمع أوصافه فيصيبه بعينه ، نسأل الله السلامة والعافية

“Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah bahwa penyebab ain bisa jadi ketika melihat gambar seseorang atau melalui televisi, atau terkadang hanya mendengar ciri-cirinya, kemudian orang itu terkena ain. Kita memohon keselamatan kepada Allah.”

Kemudian beliau mengingatkan,

‎وننبه إلى أن بعض الناس يستسلم للوساوس والهواجس ، ويظن أنه سيصاب بالعين كلما رزق نعمة ، أو جاءه خير ، وهذا من الضعف والعجز ، فإن المؤمن لديه من الأسلحة ما يتحصن بها من شر العين والحسد والسحر ، فعليه أن يتوكل على ربه ، ويعتصم به ، ويداوم على الذكر الواقي من تلك الشرور

”Kami ingatkan, sebagian orang telah menjadi korban was-was dan bisikan. Dia selalu dihantui dengan perasaan seolah terkena ain ketika mendapat rizki atau mendapat kabar baik. Semacam ini termasuk kelemahan mental. Karena setiap mukmin memiliki senjata yang bisa dia gunakan untuk melindungi dari ain, hasan dan sihir. Karena itu, selayaknya dia bertawakkal kepada Allah, memohon perllindungan kepadanya, dan merutinkan dzikir sebagai benteng dari semua kejahatan tersebut.”

(Fatwa Islam, no. 122272)
Allahu a’lam
***

Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits

=======
=======
2***Menjaga Anak dari Bahaya ‘Ain***

Ummu Ziyad March

Penulis: Ummu Ziyad
Muroja’ah: Ust. Subhan Khadafi, Lc.
Kenikmatan adalah hal yang didambakan setiap orang. Dan setiap kenikmatan juga dapat sekaligus menjadi ujian bagi seseorang. Salah satu kenikmatan yang dikaruniakan oleh Allah bagi sepasang insan adalah hadirnya sang buah hati dalam kehidupan. Ketika telah lahir, maka fisiknya yang lucu mengundang orang untuk memandang, memanjakan, menyentuhnya. Dan ketika tumbuh beranjak menjadi sosok kanak-kanak, tetap tingkah lakunya banyak mengundang perhatian orang.
Dengan sebab ini, maka perlulah kita ketahui sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap yang memiliki kenikmatan pasti ada yang iri (dengki).” (Shahihul Jami’ 223. Lihat majalah Al Furqon). Perlu menjadi perhatian bagi orang tua bahwa dalam syari’at Islam telah dijelaskan adanya bahaya ‘ain (pandangan mata) terutama bagi anak-anak. Pandangan mata yang berbahaya ini dapat muncul dengan sebab kedengkian orang yang memandang atau karena kekaguman.
Bahaya ‘Ain
Ibnu Qoyyim rohimahullah dalam kitab Tafsir Surat Muawwadzatain berkata, “Bahaya dari pandangan mata dapat terjadi ketika seseorang yang berhadapan langsung dengan sasarannya. Sasaran tukang pandang terkadang bisa mengenai sesuatu yang tidak patut didengki, seperti benda, hewan, tanaman, dan harta. Dan terkadang pandangan matanya dapat mengenai sasaran hanya dengan pandangan yang tajam dan pandangan kekaguman.” Pengaruh dari bahaya pandangan mata pun hampir mengenai Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana firman-Nya,
‎وَإِن يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَمَجْنُونٌ
“Sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar al Qur’an dan mereka mengatakan ‘Sesungguhnya dia (Muhammad) benar-benar gila.” (Al Qalam [68]: 51)
Terdapat pula hadits dari Ibnu Abbas bahwasanya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‎العين حقُُّ ولو كان شيء سابق القدر لسبقته العين
“Pengaruh ‘ain itu benar-benar ada, seandainya ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, ‘ainlah yang dapat melakukannya.” (HR. Muslim)
Subhanallah, lihatlah bagaimana bahaya ‘ain telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan As Sunnah. Dan terdapat pula contoh-contoh pengaruh buruk ‘ain yang terjadi pada masa sahabat. Salah satunya adalah yang terjadi ada Sahl bin Hunaif yang terkena ‘ain bukan karena rasa dengki namun karena rasa takjub. Sebagaimana dalam hadits,
Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif menyebutkan bahwa Amir bin Rabi’ah pernah melihat Sahl bin Hunaif mandi lalu berkatalah Amir, “Demi Allah, Aku tidak pernah melihat (pemandangan) seperti hari ini, dan tidak pernah kulihat kulit yang tersimpan sebagus ini.” Berkata Abu Umamamh, “Maka terpelantinglah Sahl.” Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi Amir. Dengan marah beliau berkata, “Atas dasar apa kalian mau membunuh saudaranya? Mengapa engkau tidak memohonkan keberkahan (kepada yang kau lihat)? Mandilah untuknya!” Maksudnya Nabi menyuruh Amir berwudhu kemudian diambil bekas air wudhunya untuk disiramkan kepada Sahl dan ini adalah salah satu cara pengobatan orang yang tertimpa ‘ain bila diketahui pelaku ‘ain tersebut (*). Maka Amir mandi dengan menggunakan satu wadah air. Dia mencuci wajah, kedua tangan, kedua siku, kedua lutut, ujung-ujung kakinya dan bagian dalam sarungnya. Kemudian air bekas mandinya itu dituangkan kepada Sahl, lantas dia sadar dan berlalulah bersama manusia.” (HR. Malik dalam al Muwaththa 2/938, Ibnu Majah 3509, dishahihkan oleh Ibnu Hibban 1424. sanadnya shahih, para perawinya terpercaya, lihat Zaadul Ma’ad tahqiq Syu’aib al Arnauth dan Abdul Qadir al Arnauth 4/150 cet tahun 1424 H. Lihat majalah Al Furqon).
(*) Kata mandi yang ada di sini maksudnya adalah berwudhu sebagaimana disebutkan Imam Malik dalam kitab Al Muwattho. Wallahu a’lam.
Tanda-Tanda Terkena ‘Ain
Tanda-tanda anak yang terkena ‘ain di antaranya adalah menangis secara tidak wajar (bukan karena lapar, sakit atau mengompol), kejang-kejang tanpa sebab yang jelas, tidak mau menyusu pada ibunya tanpa sebab, atau kondisi tubuh sang anak kurus kering dan tanda-tanda yang tidak wajar lainnya.
Sebagaimana dalam hadits dari Amrah dari ‘Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata, “Pada suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk rumah. Tiba-tiba beliau mendengar anak kecil menangis, lalu Beliau berkata,
‎ما لِصبيِّكم هذا يبكي قهلاََ استرقيتم له من العين
“Kenapa anak kecilmu ini menangis? Tidakkah kamu mencari orang yang bisa mengobati dia dari penyakit ‘ain?” (HR. Ahmad, Baqi Musnadil Anshar. 33304).
Begitu pula hadits Jabir radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Asma’ binti Umais, “Mengapa aku lihat badan anak-anak saudaraku ini kurus kering? Apakah mereka kelaparan?” Asma menjawab, “Tidak, akan tetapi mereka tertimpa ‘ain”. Beliau berkata, “Kalau begitu bacakan ruqyah bagi mereka!” (HR. Muslim, Ahmad dan Baihaqi)
Berlindung dari Bahaya ‘Ain
Sesungguhnya syari’at Islam adalah sempurna. Setiap hal yang mendatangkan bahaya bagi umatnya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu telah menjelaskan tentang perkara tersebut dan cara-cara mengantisipasinya. Begitu pula dengan bahaya ‘ain ini.
1. Bagi Seseorang yang Memungkinkan Memberi Pengaruh ‘Ain
Berdasarkan hadits Abu Umamah di atas maka hendaknya seseorang yang mengagumi sesuatu dari saudaranya maka yang baik adalah mendoakan keberkahan baginya. Dan berdasarkan surat Al Kahfi ayat 39, maka ketika takjub akan sesuatu kita juga dapat mengucapkan doa:
‎مَا شَآءَ اللهُ لاَ قُوَّةَ إلاَّ بِا للهِ
Artinya:
“Sungguh atas kehendak Allah-lah semua ini terwujud.”
2. Bagi yang Memungkinkan Terkena ‘Ain
Sesungguhnya ‘ain terjadi karena ada pandangan. Maka hendaknya orang tua tidak berlebihan dalam membanggakan anaknya karena dapat menimbulkan dengki ataupun kekaguman pada yang mendengar dan kemudian memandang sang anak. Adapun jika memang kenikmatan itu adalah sesuatu yang memang telah nampak baik dari kepintaran sang anak, fisiknya yang masya Allah, maka hendaknya orang tua mendoakan dengan doa-doa, dzikir dan ta’awudz yang telah diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya adalah surat muawadzatain (surat Annas dan al-Falaq). Ada pula do’a yang biasa diucapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta perlindungan untuk Hasan dan Husain, yaitu:
‎أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانِِ وَ هَامَّةِِ وَ مِنْ كُلِّ عَيْنِِ لامَّةِِ
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang telah sempurna dari godaan setan, binatang beracung dan dari pengaruh ‘ain yang buruk.” (HR. Bukhari dalam kitab Ahaditsul Anbiya’: 3120)
Atau dengan doa,
‎أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَِ
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang telah sempurna dari kejahatan makhluk-Nya.” (HR. Muslim 6818).
Kemudian, terdapat pula do’a yang dibacakan oleh malaikat Jibril alaihissalam ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat gangguan setan, yaitu:
‎بِسْمِ اللهِ أرْقِيكَ مِنْ كُلِّ شَيْءِِ يُؤْذِيْكََ مِن شَرِّ كُلِّ نَفْسِِ وَ عَيْنِ حَاسِدِِ اللهُ يَشْفِيكَ
“Dengan menyebut nama Allah, aku membacakan ruqyah untukmu dari segala sesuatu yang menganggumu dari kejahatan setiap jiwa dan pengaruh ‘ain. Semoga Allah menyembuhkanmu.”
Dan terdapat do’a-do’a lain yang dapat dibacakan kepada sang anak untuk menjaganya dari bahaya ‘ain ataupun menyembuhkannya ketika telah terkena ‘ain. (lihat Hisnul Muslim oleh DR. Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthani atau Ad Du’a min Al Kitab wa As Sunnah yang telah diterjemahkan dengan judul Doa-doa Dan Ruqyah dari Al-Qur’an dan Sunnah oleh DR. Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthani)
Kesalahan-Kesalahan Dalam Penjagaan dari Bahaya ‘Ain atau Sejenisnya
Memang bayi sangat rentan baik dari bahaya ‘ain ataupun gangguan setan lainnya. Terdapat beberapa kesalahan yang biasa terjadi dalam menjaga anak dari gangguan tersebut karena tidak berdasarkan pada nash syari’at. Diantara kesalahan-kesalahan tersebut adalah:
1 Menaruh gunting di bawah bantal sang bayi dengan keyakinan itu akan menjaganya. Sungguh ini termasuk kesyirikan karena menggantungkan sesuatu pada yang tidak dapat memberi manfaat atau menolak bahaya.
2 Mengalungkan anak dengan ajimat, mantra dan sebagainya. Ini juga termasuk perbuatan syirik dan hanya akan melemahkan sang anak dan orang tua karena berlindung pada sesuatu selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Perlulah kita selalu mengingat, bahwa sekalipun kita mengetahui bahaya ‘ain memiliki pengaruh sangat besar dan berbahaya, namun tidaklah semua dapat terjadi kecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan kita sebagai orang Islam tidaklah berlebihan dalam segala sesuatu. Termasuk dalam masalah ‘ain ini, maka seseorang tidak boleh berlebihan dengan menganggap semua kejadian buruk berasal dari ‘ain, dan juga tidak boleh seseorang menganggap remeh dengan tidak mempercayai adanya pengaruh ‘ain sama sekali dengan menganggapnya tidak masuk akal. Ini termasuk pengingkaran terhadap hadits-hadits shahih Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Sikap yang terbaik bagi seorang muslim adalah berada di pertengahan, yaitu mempercayai pengaruh buruk ‘ain dengan tidak berlebihan sesuai dengan apa yang dikhabarkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam.
Update per tanggal 22 Januari 2012, Penulis mendapatkan faedah baru tentang mendoakan keberkahan agar orang lain tidak terkena ‘ain. Silakan baca selengkapnya di sini.
Maraji’:
1 Majalah Al Furqon edisi 4 Tahun V/Dzulqo’dah 1426.
2 Doa-Doa dan Ruqyah dari Al Qur’an dan Sunnah. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al Qahthani. Media Hidayah. 2004.
3 Tafsir Surah Muawwadzatain. Imam Ibnu Qoyyim Al Jauziyah. Akbar. 2002.
4 Tumbuh di Bawah Naungan Ilahi. Syaikh Jamal Abdul Rahman. Media Hidayah. 2002.
***
Artikel muslimah.or.id

======
======

3***Penyakit ‘Ain Melalui Foto dan Video***

dr. Raehanul Bahraen

Hendaknya kita berhati-hati men-share foto atau video kita, keluarga kita atau anak kita di sosial media, karena penyakit ‘ain bisa terjadi melalui foto ataupun video. Meskipun tidak pasti setiap foto yang di-share terkena ‘ain tetapi lebih baik kita berhati-hati, karena sosial media akan dilihat oleh banyak orang.
Penyakit ‘ain adalah penyakit baik pada badan maupun jiwa yang disebabkan oleh pandangan mata orang yang dengki ataupun takjub/kagum, sehingga dimanfaatkan oleh setan dan bisa menimbulkan bahaya bagi orang yang terkena.
Ibnul Atsir rahimahullah berkata,
‎ﻳﻘﺎﻝ: ﺃﺻَﺎﺑَﺖ ﻓُﻼﻧﺎً ﻋﻴْﻦٌ ﺇﺫﺍ ﻧَﻈﺮ ﺇﻟﻴﻪ ﻋَﺪُﻭّ ﺃﻭ ﺣَﺴُﻮﺩ ﻓﺄﺛَّﺮﺕْ ﻓﻴﻪ ﻓﻤَﺮِﺽ ﺑِﺴَﺒﺒﻬﺎ
“Dikatakan bahwa Fulan terkena ‘ Ain , yaitu apa bila musuh atau orang-orang dengki memandangnya lalu pandangan itu mempengaruhinya hingga menyebabkannya jatuh sakit” 1.
Sekilas ini terkesan mengada-ada atau sulit diterima oleh akal, akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa ‘ain adalah nyata dan ada. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‎ﺍﻟﻌﻴﻦ ﺣﻖُُّ ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﺷﻲﺀ ﺳﺎﺑﻖ ﺍﻟﻘﺪﺭ ﻟﺴﺒﻘﺘﻪ ﺍﻟﻌﻴﻦ
“Pengaruh ‘ain itu benar-benar ada, seandainya ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, ‘ainlah yang dapat melakukannya” 2.
Contoh kasus:
Foto anak yang lucu dan imut diposting di sosial media, kemudian bisa saja terkena ‘ain. Anak tersebut tiba-tiba sakit, nangis terus dan tidak berhenti, padahal sudah diperiksakan ke dokter dan tidak ada penyakit.
Bisa juga gejalanya tiba-tiba tidak mau menyusui sehingga kurus kering tanpa ada sebab penyakit.
Hal ini terjadi karena ada pandangan hasad kepada gambar itu atau pandangan takjub dan PENTING diketahui bahwa penyakit ‘ain bisa muncul meskipun mata pelakunya tidak berniat membahayakannya (ia takjub dan kagum).
Penyakit ‘ain bisa melalui gambar atau video
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan,
‎ﻭﻧﻔﺲ ﺍﻟﻌﺎﺋﻦ ﻻ ﻳﺘﻮﻗﻒ ﺗﺄﺛﻴﺮﻫﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮﺅﻳﺔ ، ﺑﻞ ﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﺃﻋﻤﻰ ﻓﻴﻮﺻﻒ ﻟﻪ ﺍﻟﺸﻲﺀ ﻓﺘﺆﺛﺮ ﻧﻔﺴﻪ ﻓﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺮﻩ ، ﻭﻛﺜﻴﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺎﺋﻨﻴﻦ ﻳﺆﺛﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻌﻴﻦ ﺑﺎﻟﻮﺻﻒ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺭﺅﻳﺔ
”Jiwa orang yang menjadi penyebab ‘ain bisa saja menimbulkan penyakit ‘ain tanpa harus dengan melihat. Bahkan terkadang ada orang buta, kemudian diceritakan tentang sesuatu kepadanya, jiwanya bisa menimbulkan penyakit ‘ain, meskipun dia tidak melihatnya. Ada banyak penyebab ‘ain yang bisa menjadi sebab terjadinya ‘ain, hanya dengan cerita saja tanpa melihat langsung”3.
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid menjelaskan,
‎ﻭﺑﻬﺬﺍ ﻳﺘﺒﻴﻦ ﺃﻥ ﺍﻟﻌﺎﺋﻦ ﻗﺪ ﻳﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﺻﻮﺭﺓ ﺍﻟﺸﺨﺺ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ﺃﻭ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﻠﻔﺎﺯ ، ﻭﻗﺪ ﻳﺴﻤﻊ ﺃﻭﺻﺎﻓﻪ ﻓﻴﺼﻴﺒﻪ ﺑﻌﻴﻨﻪ ، ﻧﺴﺄﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺴﻼﻣﺔ ﻭﺍﻟﻌﺎﻓﻴﺔ
“Oleh karena itu, jelaslah bahwa penyebab ‘ain bisa jadi ketika melihat gambar seseorang atau melalui televisi, atau terkadang hanya mendengar ciri-cirinya, kemudian orang itu terkena ‘ain. Kita memohon keselamatan dan kesehatan kepada Allah.” 4.
Demikian semoga bermanfaat.
@Di antara langit dan bumi Allah, Pesawat Citilink Jakarta-Yogyakarta
***

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel Muslim.or.id

1 An-Nihayah 3/332
2 HR. Muslim
3 Zadul Ma’ad 4/149
4 Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 122272

Dari berbagai sumber.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan